KISS!

kiss

KISS!

by periwinkeul

Myungsoo x Soojung | oneshot (1500+ words) | romance, student!au | PG 13

terinspirasi dari sebuah komik (lupa judul)

poster makasih banyak buat venus di cafeposter!

also posted on periwinkeul

“Tuan Putri ingin dicium?”

·

SMP R. Sejam sebelum pelajaran pertama.

“Soojung, anak kelas sebelah itu datang lagi,”

What? Padahal sudah kukatakan padanya untuk tidak datang lagi,” Soojung bangkit dari bangkunya, lalu berjalan menuju pintu kelas—tempat anak lelaki itu berdiri. “Hei, Kim Myungsoo, sudah berapa kali kukatakan, aku tidak mau ciuman. Jadi, berhentilah, aku capek.” omelnya pada bocah lelaki itu—yang malah tersenyum.

“Tuan Putri jangan marah, cantiknya hilang,” balas anak lelaki tadi—Myungsoo.

“Cukup, go back to your classroom,” keluh Soojung, dahinya mengkerut karena kesal. Dia lalu membanting pintu kelasnya, tidak peduli teman-temannya melihat, dan kembali ke bangkunya dengan wajah kecut.

“Soojung, PR Matematika kemarin, boleh lihat tidak?” sahut teman sekelasnya.

“Boleh saja. Halaman 47 ‘kan? Sudah kukerjakan,” jawab Soojung sambil membuka tasnya dan mencari buku Matematika miliknya. “Oh, tidak,”

“Ada apa?” temannya mendekat untuk mencari tahu.

“Aku meninggalkan bukuku di meja kemarin. Sial,” umpat gadis lima belas tahun itu.

“Tuan Putri tidak bawa buku?” celetuk Myungsoo dari arah pintu.

Soojung hendak menjawab “ya”, tetapi dia tidak ingin berurusan dengan Myungsoo. “Aku tidak butuh bantuanmu,”

“Ayolah, Putri. Aku dengar tadi. Halaman 47. Sudah aku kerjakan. Kau pakai saja bukuku,” tawar Myungsoo.

Bola mata Soojung memutar, “Jam pelajaran Metematika kita berbarengan, kau saja yang pakai. Itu milikmu,” Soojung menolaknya.

“Justru itu. Pakailah, aku tidak masalah,” kata Myungsoo.

Soojung mendesah. “Oke. Tanpa syarat, kan?”

“Tentu saja ada!” Myungsoo tertawa. “Tuan Putri ingin dicium?”

Soojung mengerutkan dahinya yang agak lebar. “Ogah,”

“Aku bercanda,” kata Myungsoo. “Kencan saja denganku Sabtu nanti,”

“Oh, buku ini kau pakai saja,” kata Soojung dengan nada enggan.

“Sekali oke, tidak ada kembali,” cegah Myungsoo.

Oh tidak.

Soojung membuat kesalahan besar.

.

Jam pelajaran keempat, Matematika

“Lima belas menit, Yoo-ssaem tidak datang. Kelas dibubarkan.” sahut sang Ketua Kelas.

“Payah!” Soojung membanting buku Matematika milik Myungsoo. “Buat apa aku meminjam ini darinya?!”

brak!

Suara itu terdengar dari kelas sebelah, 2-3, sangat keras, sampai terdengar ke kelas 2-4.

“Ada apa itu?” seisi kelas 2-4 heboh. Mereka tidak pernah mendengar suara sekeras itu dari kelas 2-3 yang memang kelas favorit semua guru. Anak-anak kelas 2-4 menyerbu keluar, mengintip lewat jendela 2-3.

Itu Myungsoo—mejanya digebrak oleh Lee-ssaem yang memang terkenal killer.

“Oh, dia pasti dimarahi karena bukunya diberikan pada Soojung,” Kata Younghee—teman yang tadi akan meminjam PR Matematika Soojung.

Setelah memarahi Myungsoo dengan beberapa bentakan, akhirnya Lee-ssaem menyuruh Myungsoo berdiri di luar kelas. “Myungsoo akan keluar, kembali ke kelas!” sahut seseorang. Semua anak 2-4 berlari ke kelasnya, kecuali Soojung. Dia mungkin merasa bersalah?

“Soojung?” panggil Myungsoo sekejap setelah membuka pintu kelas.

Soojung menunduk malu. “Maaf,”

“Tidak,”

Soojung menggeleng pelan. “Ini bukunya. Makasih,” dia memberikan kembali buku itu pada Myungsoo, lalu kembali ke kelas. “Aku akan kencan denganmu,” bisiknya sebelum membuka pintu kelasnya.

Mata Myungsoo membulat. “Mal S, jam 10.30,” balas Myungsoo.

Soojung hanya mengangguk, lalu tersenyum lebar.

Senyuman itu benar-benar membuat Myungsoo meleleh.

.

 Sabtu, 10.30, Mal S

“Ah!” pekik seorang gadis saat melihat layar ponselnya yang tanpa notifications di depan pintu masuk. Cukup keras untuk membuat orang-orang di sekitarnya menoleh padanya. Gadis muda itu—Soojung mendengus. “Dia tidak datang?” tanyanya tidak pada siapapun. Dia hanya men-scroll ponselnya dan mengetik sesuatu.

to : Kim Myungsoo
Hei, dimana kau? aku sudah menunggu 20 menit & kau tidak muncul.

Dua menit berlalu. Sebuah pesan masuk.

from : Kim Myungsoo
kau sudah sampai? aku menunggu di gerbang masuk selatan.

Raut wajah Soojung berubah makin kesal. “Yang benar saja!” Soojung segera berlalu ke tempat yang disebutkan Myungsoo tadi.

“Hei, Tuan Putri,”

Soojung langsung berhenti, lalu berbalik. Itu Myungsoo—tentu saja.

“Ini Pintu Masuk Selatan, kau tidak lihat?” Anak lelaki itu menunjuk tanda di atas pintu masuk.

“Aku tidak melihatmu,” kata Soojung mencari alasan.

“Aku baru saja dari toilet,” balas Myungsoo sampil memutar kepalanya ke arah toilet.

Soojung mengangguk-angguk. “Ya,”

“Mau makan?”

“Eh… aku sudah makan di rumah,” jawab Soojung. Agar tidak makan denganmu. Pikirnya dalam hati.

“Makan kue?” tanya Myungsoo, memberikan opsi yang lain.

Kol [setuju, slang bahasa korea],” Soojung mengangkat backpack merah kecilnya dan menggendongnya.

.

“Tuan Putri mau makan apa?” tanya Myungsoo lagi, dibalik buku menu toko kue kecil di sudut mal lantai tiga.

“Semuanya enak,” jawab Soojung sambil menelan ludah.

“Aku pesan semuanya saja, bagaimana?” tawar Myungsoo.

“Aku nggak punya uang. Tiramisu saja cukup, eh, red velvet juga terlihat enak. Ah, jadi ingin semuanya!” kata Soojung plin-plan.

“Mahal. Aku nggak punya uang,” ulang Myungsoo. Soojung mengiyakan. Setelah lama menatap buku menu, akhirnya mereka memilih chocolate mousse cake ukuran mini—yang menurut mereka cukup untuk dimakan bersama. Setelah kue itu datang, sayang sekali, sendok yang si pelayan berikan hanya satu.

Soojung hendak meminta satu lagi. “Ehm, kakak pelayan, sendok…”

“Nggak usah, kita makan bareng,” potong Myungsoo di sela-sela perkataan gadis itu. Dia menyendok kue berdiameter lima belas senti itu dan memakannya, lalu kembali menyendok dan menawarkan sebuah suapan pada Soojung. Ragu-ragu, Soojung melahap juga kue itu.

Tersadar sesuatu, dia mengambil selembar tisu.

“Tuan Putri, kenapa?”

“Aku sudah berciuman tidak langsung denganmu karena memakan kue itu,” jawab Soojung sambil melipat tangannya. Myungsoo tertawa.

“Jadi kau tidak ingin kue lagi?” tanya Myungsoo, dilanjut tawaan lagi.

“… masih,”

.

“8000 won,”

Myungsoo mengeluarkan 5000 won dari dompetnya, dan Soojung memberi 3000 won miliknya, lalu Myungsoo membayarnya.

“Terima kasih,” kata sang kasir sambil tersenyum. “Kakak adik?” tanyanya.

“Sama-sama. Dan… tidak, kami teman,” jawab Myungsoo sambil meraih tangan Soojung dan keluar dari sana.

Tapi Soojung merasa lega, untung saja Myungsoo tidak menyebutkan kalau mereka pacaran.

“Kau ingin pulang?” tanya Myungsoo setelah keluar dari toko kue itu.

“Ya, kencan ini harus berakhir,” jawab Soojung terang-terangan.

Myungsoo tertawa lagi.

“Kalau aku antar, bagaimana?”

“Boleh saja,” jawab Soojung. “naik elevator saja, ini lantai tiga,” usulnya.

“Terserah Tuan Putri,” kata Myungsoo sambil menuju ke elevator dekat sana.

ting.

Bunyi elevator yang khas mengisi udara. Pintunya terbuka, dan menunjukkan ruangan kecil yang kosong.

“Kata kak Sooyeon, jangan naik elevator yang kosong sendirian, dia pernah terjebak, tapi untungnya bersama orang banyak,” ujar Soojung, menunjukkan sisi penakutnya. “naik eskalator saja, ya?”

“Siapa bilang kamu sendirian, ada aku, kan, disini?” Myungsoo masuk ke elevator itu, dan mengisyaratkan pada Soojung untuk masuk. Takut, Soojung masuk juga.

Myungsoo menekan tombol G untuk ground pada elevator, lalu menekan tombol tutup. Pintu menutup, lalu hening. Soojung takut. Dia hanya melihat ke layar kecil yang menunjukkan dimana lantai mereka berada yang perlahan menunjukkan angka yang lebih kecil dengan tanda panah kebawah yang bergerak kebawah.

grek.

Bunyi itu terdengar keras sekali di dalam elevator. Ruang kecil itu agak berguncang sedikit, tapi tetap terasa bergerak turun.

“Myungsoo, apa itu?” tanya Soojung gemetar.

“Tidak tahu, tapi…”

grek.

Ruangan kecil itu tidak terasa bergerak lagi. Soojung melihat layar diatas tombol-tombol itu, menunjukkan angka satu dengan tanda panah kebawah diatasnya, tetapi tidak bergerak.

“Wah,” Myungsoo mengikuti arah pandang Soojung. Dia melangkah ke sisi kiri elevator dan menekan tombol buka. Tetapi tidak ada gerakan dari pintu. “Kurasa kita terjebak,”

“Oh Tuhan, aku takut,” Soojung terduduk, dia memeluk kakinya dan menunduk.

“Tenanglah, kau membuatku ingin menangis juga. Aku akan cari bantuan,” Myungsoo menekan tombol kuning.

Dengan keamanan, ada yang bisa dibantu?” terdengar suara dari speaker kecil di atas tombol-tombol.

“Eh… begini, kami terjabak di elevator, dan layar menunjukkan lantai satu. Kami naik dari dekat toko kue di lantai tiga,” jawab Myungsoo sambil menatap Soojung.

Berapa orang?” tanya sistem keamanan.

“Kami hanya berdua. Wah, sudah mulai panas ya. Dan tambahan, gadis yang bersamaku sepertinya penakut,” jawab Myungsoo sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

Baik, kami akan segera kesana, mohon jangan panik dan tetap diam ya, jangan coba-coba membuka paksa pintunya, kalian masih murid,” respon pria dibalik nama sistem keamanan. Lalu suaranya tidak terdengar lagi.

“Dengar katanya? Jangan panik,” Myungsoo bergerak ke arah Soojung—yang masih diam. “Hei,”

Soojung mengangkat kepalanya. Matanya berkaca-kaca. Dia menggigit bibir bawahnya, menahan tangis, mungkin.

“Jangan panik, ya, nanti kau menghabiskan udara,” Myungsoo duduk di sebelah kanannya, mengelus punggung gadis yang disukainya itu. Soojung menggeleng. “Ingin aku peluk?” tawar Myungsoo tidak yakin.

“Silakan,” frasa itu diucapkan Soojung begitu saja. Myungsoo ragu-ragu, tapi, oh well, ini tidak akan datang dua kali, bukan?

Tangan kiri Myungsoo meraih bahu kiri Soojung di seberang, lalu tangan kanannya membalik badan gadis itu kearahnya, lalu memeluknya dan mengelus punggungnya. Canggung. “Tidak apa-apakah kalau begini?” tanyanya, tetapi tidak ada jawaban. Myungsoo melepaskan pelukannya.

Soojung masih tidak berekspresi.

Myungsoo tidak bisa menahannya, dia memegang pipi Soojung dan menariknya kearahnya. Mata Soojung membulat, gadis itu mengangkat tangannya, mendorong kepala Myungsoo dengan kasar.

“Wah, disini panas sekali ya,” Myungsoo bangkit dan memainkan kausnya

“Aku nggak murahan,” kata Soojung sambil mengelus pipinya yang dipegang Myungsoo tadi.

“Ya,”

“Apa?”

“Siapa juga yang memanfaatkan gadis yang sedih untuk menciumnya?”

“Maksudmu?”

ting.

Soojung menoleh ke arah layar. Lantai G.

“Oh, baguslah kalian baik-baik saja, kaluarlah, maafkan layanan lambat kami,” seorang pria paruh baya menyambut mereka di depan elevator.

.

“Terima kasih, Myungsoo,” ucap Soojung di ruang tunggu UGD pada rumah sakit di sebelah mal.

“Eh? Ya,” balas Myungsoo yang duduk di sebelahnya. “untuk apa, kalau boleh tahu?”

Well, untuk pelukannya,”

Mereka diberi makanan, minuman dan baju ganti sebagai tanda maaf dari pihak mal, dan dibiarkan istirahat di UGD karena merasa Soojung akan pingsan karena kepanasan dan syok.

“Ucapan saja? Kau harusnya membiarkanku menciummu,” tanya Myungsoo bercanda.

Soojung bingung, well, dia sudah bersamanya pada waktu sulit. Ciuman di pipi sepertinya tidak seburuk itu. “Sekali saja,” kata Soojung gugup. Dia menyodorkan pipi kanannya dan memejamkan matanya.

“Terima kasih ciumannya,” kata Myungsoo sepersekian detik sebelum bibirnya mengecup bibir Soojung.

“Astaga,” wajah Soojung memerah, dia menyentuh bibirnya. “… sama-sama,”

fin.

A/N : hai, salam kenal, periwinkeul, author yang belom nulis ff satupun disini ;-; ff myungstal pertamaku, agak awkward kan?? semoga suka.
huge hugs and kisses, periwinkeul

5 responses to “KISS!

What Do You Think? Write Down Here!